Sebuah note yang ditulis di handphone saya....
_______________________________________
Beberapa waktu lalu, sahabat satu Instansi saya yang kebetulan ditempatkan di Kantor Pusat, akan berkunjung ke Unit kantor saya, yang berada di daerah. Karena arus lalu lintas yang sangat padat di pagi hari (apalagi hari Senin), maka saya menyarankan dia untuk menggunakan Commuter Line, yang hanya akan memakan waktu 1 jam saja dari tempatnya ke tempat saya. Entah kenapa, saya seperti menomorduakan urusan yang lain ketika melihat dia kebingungan, karena dia tidak pernah naik kereta sendirian, dan saya sangat khawatir jika membiarkan dia pergi sendirian. Dengan setulus hati, saya menunda urusan yang lain dulu, termasuk urusan proposal penelitian yang harus saya kerjakan. Saya melangkahkan kaki menuju stasiun dengan perasaan ringan.
Ketika sedang menunggunya di Stasiun, saya teringat bagaimana salah satu orang terbaik dalam hidup saya, pernah beberapa kali meluangkan waktunya dan menunda urusannya yang sangat banyak, hanya untuk menunggu saya di stasiun dan kemudian membantu (mengantarkan) saya ke suatu tempat yang belum pernah saya kunjungi sama sekali, dan kemudian menemani saya (dengan urusan saya) dan mengantarkan kembali ke stasiun untuk pulang. Thank you dear, Allah always be with you...
Memang sekilas mudah, kalau mau, naik taksi saja atau naik angkutan umum lainnya. Tapi naik angkutan umum sendiri, mencari-cari tempat yang tidak dikenal, bukanlah hal yang menyenangkan, tapi cenderung memberikan ketidaktenangan dan mengancam keselamatan juga (hari gini, kasus kriminal gampang sekali terjadi pada wanita).
Bantuan seperti itu tidak saya peroleh sekali saja, bahkan boleh dikatakan sering, dengan jenis kebaikan yang berbeda-beda. Ya, itu adalah kebaikan Allah yang dikirim melalui manusia-manusia pilihan-Nya.
Kasus lain mengenai kebaikan-kebaikan yang saya peroleh misalnya adalah ketika saya kekurangan referensi untuk penelitian saya, seorang peneliti dari Malaysia yang sama sekali tidak saya kenal, membantu saya dengan menyuplai Jurnal-jurnal sesuai dengan teori yang saya butuhkan. Kemudian orang yang satu almamater dengan saya di SMA yang tidak pernah saya kenal sama sekali, pernah mengirimkan buku American Sign Language yang saya butuhkan, langsung dari Amerika sana. Kebaikan lainnya adalah melalui Kakak angkatan satu almamater di perguruan tinggi saya, yang sama sekali belum kenal, mencarikan buku yang saya perlukan yang hanya diterbitkan oleh salah satu universitas di Malaysia sana. Dan masih banyak lagi kebaikan lain yang tiada terkira yang dikirim Allah di saat saya membutuhkan.
Saya jadi terharu, betapa Tuhan menciptakan kebaikan ini dalam suatu "circle". Mungkin saya tidak bisa membalas orang yang sudah membantu saya secara langsung, tapi saya bisa melakukan kebaikan kepada orang lain, sebagaimana saya diperlakukan baik oleh mereka yang berhati mulia yang telah memperlakukan saya dengan baik.
Semoga Tuhan memberikan kesempatan kepada saya untuk berbuat kebaikan lebih banyak..
Terlepas dari teori siapapun di muka bumi ini, Tuhan telah menetapkan bahwa "kebaikan yang satu akan diikuti oleh kebaikan yang lainnya"
(Pinggir stasiun, Senin, 12 Des 2011 , 09:17 am)
Selasa, 17 April 2012
Senin, 02 April 2012
Balita yang tercebur ke dalam sumur dan Aku
Video yang saya lihat di Yahoo hari ini membawa saya kepada masa kecil saya. Secara tidak sengaja, siang tadi setelah makan siang, saya melihat video penyelamatan balita dari sebuah sumur di China. Video tersebut mengingatkan saya pada peristiwa sekitar tahun 1988, dimana saat itu saya baru berumur 6 tahun dan duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar.
Saya ingat sekali, hari itu adalah hari Jumat, sekitar jam 11.30-an WIB. Sepulang sekolah, saya ikut bergabung bermain dengan saudara-saudara saya yang rata-rata umurnya jauh lebih tua dari saya, mereka ada yang kelas 2 SD, kelas 6 SD, dan ada juga 1 orang lagi kelas 1 SD seumur dengan saya. Saat itu kami bermain di dekat sumur timba, untuk mencuci kacang tanah yang akan direbus bersama teman-teman, di halaman belakang rumah, sebagai kegiatan fun cooking.
Sumur timba itu berada di tempat terbuka, samping mushola belakang rumah. Sumur tersebut hanya ditembok sekitar setengah meter saja, dan dibiarkan dalam keadaan terbuka. Sementara teman-teman sibuk mencuci kacang tanah, saya -karena dianggap anak kecil- hanya diperbolehkan menonton saja. Dikarenakan teman-teman saya adalah anak-anak yang lebih besar dari saya, kerumunan mereka menghalangi pandangan saya untuk melihat kacang tanah yang sedang dicuci. Sengaja saya naik ke bibir sumur tersebut, dengan maksud ingin melihat kacang yang sedang dicuci. Saya tidak menganggap ini berbahaya, karena saya sering melakukan panjat memanjat ketika kecil, baik memanjat pohon, naik ke atap rumah, dan lain sebagainya. Sehingga sekali lagi saat itu saya berpikir bahwa naik ke bibir sumur yang hanya setinggi setengah meter bukan merupakan tindakan berbahaya.
Sambil memegang jajanan, saya naik ke bibir sumur. Dengan santainya saya bersandar kepada tiang bambu yang ada di samping sumur. tangan kanan saya sibuk memasukkan jajanan yang dipegang oleh tangan kiri saya, dan memasukkannya ke mulut. Sementara mata saya asyik melihat kacang tanah yang sedang dicuci oleh teman-teman saya.
Sepertinya sandal jepit yang dipakai oleh saya licin, karena tiba-tiba saya terpeleset dan jatuh ke sumur timba yang berkedalaman sekitar 12 meter tersebut. Saat itu musim hujan, sehingga sumur tersebut banyak menyimpan air. Saya yang jatuh ke sumur saat itu adalah seorang anak yang termasuk gemuk dibanding anak seusia saya, dan saya tidak bisa berenang.
Saya ingat persis, bahwa saya seperti mimpi. Saya tidak merasakan sakit ketika jatuh dengan ketinggian 9 meter (air sumur yang terisi sekitar 3 meter), saya juga tidak merasakan saya kemasukan air (sebagaimana saya merasakan kemasukan air ketika tenggelam di kolam renang). Yang saya ingat adalah, tiba-tiba saya sudah berada di permukaan air di sumur tersebut. Dan ketika kepala saya mendongak ke atas, saya melihat teman-teman saya berteriak memanggil-manggil nama saya, sebagian dari mereka ada yang berteriak sambil menangis.
Di permukaan air sumur tersebut, saya melebarkan kedua kaki saya ke dinding sumur. Saat itu, dinding sumur yang berupa tanah liat basah, tidak terasa licin bagi kaki saya. Sementara tangan saya memegang tali karet ember timba, seperti yang dininstruksikan oleh teman-teman saya dari atas. Mungkin mereka bermaksud menarik saya dengan ember timba tersebut.
Sementara di atas sumur sana, Paman saya -yang masih serumah dengan kami- baru saja pulang mengajar, ia baru saja akan menyantap makan siangnya, sebelum kemudian melakukan ibadah sholat Jumat. Sementara ibu saya, sedang sibuk di warungnya melayani pelanggan. Mendengar teriakan teman-teman saya, ibu dan paman saya kaget sekali, mereka langsung berlari menghampiri sumur. Dengan masih menggunakan seragam gadingnya, paman saya berinisiatif untuk turun ke sumur menjemput saya.
Saat itu saya mulai menangis, bukan karena sakit atau takut. Tapi karena saya melihat orang-orang di luar sumur sana menangis dan memanggil-manggil nama saya. Ahh... mereka sayang banget sama saya ya!
Dengan hati-hati, paman saya menggendong dan membawa saya ke luar sumur. Ketika kami tiba di luar sumur, ibu saya langsung menggendong dan memeluk saya dengan banjir air mata. Sementara saya melihat para tetangga sudah banyak berkumpul di tepi sumur, mereka pun ikut mengusap-ngusap saya dan ibu saya. Karena melihat banyak orang menangis, saya pun jadi ikut-ikutan menangis (lagi).
Tuhan, jika ingat peristiwa itu, maka alangkah durhakanya jika aku tidak bersyukur. Mungkin jika Engkau menginginkan, saat itu dengan mudahnya Engkau mengambil nyawa anak kecil gendut yang tidak bisa berenang yang jatuh ke dalam sumur. Namun, dengan begitu baiknya, Engkau melindungi aku saat itu, sehingga sedikitpun aku tidak merasakan sakit dan tidak ada sedikitpun luka di tubuhku saat itu.Engkau menginginkan aku tetap hidup, agar aku menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain di kemudian hari.
Terimakasih Tuhan, Engkau telah menjagaku, melalui tangan-tanganMU -Ibu, Paman, dan orang-orang yang mencintaiku dan menjagaku-. Ijinkan aku membalas kebaikan mereka, dengan melakukan kebaikan kepada mereka dan orang lain.
I love You, ALLAH...
Saya ingat sekali, hari itu adalah hari Jumat, sekitar jam 11.30-an WIB. Sepulang sekolah, saya ikut bergabung bermain dengan saudara-saudara saya yang rata-rata umurnya jauh lebih tua dari saya, mereka ada yang kelas 2 SD, kelas 6 SD, dan ada juga 1 orang lagi kelas 1 SD seumur dengan saya. Saat itu kami bermain di dekat sumur timba, untuk mencuci kacang tanah yang akan direbus bersama teman-teman, di halaman belakang rumah, sebagai kegiatan fun cooking.
Sumur timba itu berada di tempat terbuka, samping mushola belakang rumah. Sumur tersebut hanya ditembok sekitar setengah meter saja, dan dibiarkan dalam keadaan terbuka. Sementara teman-teman sibuk mencuci kacang tanah, saya -karena dianggap anak kecil- hanya diperbolehkan menonton saja. Dikarenakan teman-teman saya adalah anak-anak yang lebih besar dari saya, kerumunan mereka menghalangi pandangan saya untuk melihat kacang tanah yang sedang dicuci. Sengaja saya naik ke bibir sumur tersebut, dengan maksud ingin melihat kacang yang sedang dicuci. Saya tidak menganggap ini berbahaya, karena saya sering melakukan panjat memanjat ketika kecil, baik memanjat pohon, naik ke atap rumah, dan lain sebagainya. Sehingga sekali lagi saat itu saya berpikir bahwa naik ke bibir sumur yang hanya setinggi setengah meter bukan merupakan tindakan berbahaya.
Sambil memegang jajanan, saya naik ke bibir sumur. Dengan santainya saya bersandar kepada tiang bambu yang ada di samping sumur. tangan kanan saya sibuk memasukkan jajanan yang dipegang oleh tangan kiri saya, dan memasukkannya ke mulut. Sementara mata saya asyik melihat kacang tanah yang sedang dicuci oleh teman-teman saya.
Sepertinya sandal jepit yang dipakai oleh saya licin, karena tiba-tiba saya terpeleset dan jatuh ke sumur timba yang berkedalaman sekitar 12 meter tersebut. Saat itu musim hujan, sehingga sumur tersebut banyak menyimpan air. Saya yang jatuh ke sumur saat itu adalah seorang anak yang termasuk gemuk dibanding anak seusia saya, dan saya tidak bisa berenang.
Saya ingat persis, bahwa saya seperti mimpi. Saya tidak merasakan sakit ketika jatuh dengan ketinggian 9 meter (air sumur yang terisi sekitar 3 meter), saya juga tidak merasakan saya kemasukan air (sebagaimana saya merasakan kemasukan air ketika tenggelam di kolam renang). Yang saya ingat adalah, tiba-tiba saya sudah berada di permukaan air di sumur tersebut. Dan ketika kepala saya mendongak ke atas, saya melihat teman-teman saya berteriak memanggil-manggil nama saya, sebagian dari mereka ada yang berteriak sambil menangis.
Di permukaan air sumur tersebut, saya melebarkan kedua kaki saya ke dinding sumur. Saat itu, dinding sumur yang berupa tanah liat basah, tidak terasa licin bagi kaki saya. Sementara tangan saya memegang tali karet ember timba, seperti yang dininstruksikan oleh teman-teman saya dari atas. Mungkin mereka bermaksud menarik saya dengan ember timba tersebut.
Sementara di atas sumur sana, Paman saya -yang masih serumah dengan kami- baru saja pulang mengajar, ia baru saja akan menyantap makan siangnya, sebelum kemudian melakukan ibadah sholat Jumat. Sementara ibu saya, sedang sibuk di warungnya melayani pelanggan. Mendengar teriakan teman-teman saya, ibu dan paman saya kaget sekali, mereka langsung berlari menghampiri sumur. Dengan masih menggunakan seragam gadingnya, paman saya berinisiatif untuk turun ke sumur menjemput saya.
Saat itu saya mulai menangis, bukan karena sakit atau takut. Tapi karena saya melihat orang-orang di luar sumur sana menangis dan memanggil-manggil nama saya. Ahh... mereka sayang banget sama saya ya!
Dengan hati-hati, paman saya menggendong dan membawa saya ke luar sumur. Ketika kami tiba di luar sumur, ibu saya langsung menggendong dan memeluk saya dengan banjir air mata. Sementara saya melihat para tetangga sudah banyak berkumpul di tepi sumur, mereka pun ikut mengusap-ngusap saya dan ibu saya. Karena melihat banyak orang menangis, saya pun jadi ikut-ikutan menangis (lagi).
Tuhan, jika ingat peristiwa itu, maka alangkah durhakanya jika aku tidak bersyukur. Mungkin jika Engkau menginginkan, saat itu dengan mudahnya Engkau mengambil nyawa anak kecil gendut yang tidak bisa berenang yang jatuh ke dalam sumur. Namun, dengan begitu baiknya, Engkau melindungi aku saat itu, sehingga sedikitpun aku tidak merasakan sakit dan tidak ada sedikitpun luka di tubuhku saat itu.Engkau menginginkan aku tetap hidup, agar aku menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain di kemudian hari.
Terimakasih Tuhan, Engkau telah menjagaku, melalui tangan-tanganMU -Ibu, Paman, dan orang-orang yang mencintaiku dan menjagaku-. Ijinkan aku membalas kebaikan mereka, dengan melakukan kebaikan kepada mereka dan orang lain.
I love You, ALLAH...
Langganan:
Postingan (Atom)