Sabtu, 31 Maret 2012

Nasi Kotak dan Pemulung

Malam tadi, saya baru menyelesaikan training needs assessment di kampus di Dramaga, teman saya mahasiswa S3 di kampus itu -kampus kami, kebetulan adalah salah satu penanggung jawab di Direktorat Kemahasiswaan di kampus tersebut. Jadi, saya dan beberapa teman-teman yang pernah bertemu di mata kuliah Manajemen Pelatihan, diajak untuk membantu kegiatan latihan dasar kepemimpinan bagi mahasiswa-mahasiswa S1 yang menjadi pengurus organisasi kemahasiswaan di kampus.

Sorenya saya datang agak terlambat, namun beruntung saya masih bisa terlibat dalam sisa waktu acara tersebut. Mahasiswa calon peserta pelatihan ternyata tidak hadir semua. Mungkin sebagian sedang ikut demo menolak kenaikan BBM di Jakarta.

Di acara itu, semua yang hadir mendapat jatah snack box, dan khusus untuk fasilitator, kami mendapat tambahan nasi kotak. Ketika acara ditutup, sisa snack box masih banyak, sehingga kami mendapat masing-masing jatah 3. Dikarenakan sudah malam, kami memutuskan untuk segera pulang -dengan membawa nasi kotak dan 4 snack box.

Sambil mengendarai sepeda motor, saya berpikir bahwa saya tidak harus masak untuk makan malam, karena makanan yang saya bawa dari kampus itu sudah cukup. Hmmm... sounds good! Tapi, pikiran saya berubah ketika di sepanjang jalanan macet di Kota Bogor ini saya melihat anak-anak jalanan di lampu merah, pemulung yang masih mengais sampah walau sudah malam, abang-abang pedagang asongan yang jualan di lampu merah, pak ogah di persimpangan, dan calo-calo angkot yang masih sibuk. 


Ahh... saya jadi merenung sambil menurunkan kecepatan motor saya. Betapa beruntungnya saya, karena saya tidak harus bekerja seperti mereka untuk mencari sesuap nasi. Allah masih memberikan saya kemudahan untuk mencari nafkah, tanpa harus berdekil ria seperti mereka. 


Teringat akan Nasi kotak yang berisi nasi, ayam bakar lengkap dengan lalapnya dan snack box yang berisi tiga macam kue dan air minum kemasan -yang saya bawa, saya jadi berpikir untuk tidak jadi membawanya ke rumah. Keluarga saya dan saya masih bisa makan ayam dan kue-kue itu kapan-kapan. Terbayang wajah-wajah lusuh anak dan istri para pemulung yang sering saya lihat di TV, atau keluarga pedagang asongan yang menanti mereka di kontrakan petak. Ah, pasti mereka lebih bahagia jika bisa makan malam dengan ayam bakar dan menyantap camilan ini.


Saya pun mulai melepaskan pandangan ke kiri kanan jalan. Dan saya sudah hampir tiba di lampu merah dimana saya sering melihat pedagang asongan duduk kelelahan bersandar di tiang listrik. Ah, pasti mereka akan senang sekali jika saya memberikan makanan ini. Sayang sekali, saya tidak bisa mengambil arah kanan untuk mendekati tempat mangkal pedagang asongan itu. Jalanan terlalu ramai malam itu, maklum malam itu adalah weekend


Akhirnya saya melanjutkan perjalanan saya, dan berharap bertemu dengan mereka yang lebih berhak atas makanan ini. Dan di sebelah kiri jalan, saya sepintas melihat seorang bapak sedang mengais tempat sampah, menyortir sampah plastik yang bisa ia jual. Saya berhenti agak jauh, dan kemudian memutar balik motor saya. Saya yakin, dialah orang yang berhak itu. 


Beberapa langkah dari bapak itu, saya matikan mesin motor. Kemudian berjalan kaki menghampirinya. Kemudian saya menyapanya,


"Bapak, punten.. ini ada makanan. Mudah-mudahan bisa untuk makan malam bapak."


Ah Tuhan, betapa bahagianya wajah bapak tersebut, dan dengan wajah bahagianya itu, ia segera memasukkan kantong kresek yang berisi makanan tersebut ke dalam gerobak sampahnya.


Saya pun pamit dan segera melanjutkan perjalanan. Air mata ini menggenang. Angin malam, bintang yang redup, asap kendaraan, debu di jalanan, menjadi saksi kebahagiaan bapak tersebut, dan tentunya kebahagiaan saya juga.


Terimakasih Tuhan, atas nikmat berbagi yang engkau berikan. 
Walaupun aku belum bisa berbagi banyak seperti mereka-mereka di sana.
Cukupkanlah mereka sebagaimana Engkau senantiasa mencukupkan kami.



Kamis, 29 Maret 2012

Demo dan mobil plat merah

Malam ini, berita-berita di TV, radio dan internet mengabarkan kondisi yang memanas di Salemba, akibat demo para mahasiswa yang menentang kenaikan BBM.
Saya langsung teringat dengan teman-teman saya yang berkantor dan tinggal di Salemba. Rasa khawatir ini begitu dalam, sungguh saya takut mereka menjadi sasaran amuk mahasiswa pendemo itu. Belum lagi mereka sering memakai kendaraan plat merah.

Aahhh... aku tak bisa membayangkan seandainya mobil plat merah yang ditumpangi temenku dijadikan sasaran amuk massa seperti halnya mobil resmob yang terbakar di sekitar Salemba beberapa jam lalu.
Yaa.... kendaraan plat merah memang sering dijadikan sasaran amuk massa ketika demo rusuh. padahal kendaraan-kendaraan tersebut dibeli dengan uang rakyat, yang artinya mereka membakar milik rakyat.

Semoga Engkau menyelamatkan mereka, Tuhan.

Kerusuhan malam ini mengingatkan saya, bagaimana dulu saya bersama rekan-rekan kantor saya yang berada dalam mobil plat merah, berusaha menyelamatkan diri dari amukan massa.
Saat itu, saya dan rekan-rekan kantor mengunjungi Kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) untuk urusan kerjasama pelatihan bagi para instruktur. Dikarenakan ini adalah dinas kantor, maka siang itu, kami diantar oleh sopir kantor dengan menggunakan mobil plat merah.

Ketika kami tiba di kantor tersebut, massa pendemo yang berasal dari kalangan buruh sudah memenuhi halaman depan Kemenakertrans. Sebagian pendemo terlihat sholat dan makan siang di sekitar kantor tersebut. Saat itu memang jam menunjukkan saatnya istirahat makan siang. Urusan kami hanya sebentar, tidak sampai satu jam. Setelah urusan selesai, secepatnya kami menelpon sopir, yang memang tidak kebagian parkir dan memutuskan berputar di luar kantor sambil menunggu urusan kami selesai. Sopir kami mengatakan bahwa dia mulai kesulitan masuk ke arah Kemenakertrans, karena pendemo kian bertambah. sempat ia mengusulkan agar kami jalan kaki keluar area Kemenakertrans. Namun salah satu dari kami tetap ingin dijemput di kantor tersebut.

Setelah bersusah payah, sopir kami akhirnya bisa masuk ke dalam, itu pun dengan bantuan ketat Polisi yang berjaga di demo tersebut.
Ketika kami keluar area tersebut, kami agak ketakutan, ada segerombolan pendemo dengan bendera di bambu di tangannya, menunjuk ke arah kami, dan kemudian mengejar kami.
Kami hanya bisa berdoa dengan cemas, semoga mereka tidak bermaksud jahat dan semoga jalan tikus yang kami lalui tidak macet. Sopir kami pun terlihat khawatir. Karena kami sama-sama sadar, mobil yang kami naiki ini adalah mobil plat merah yang sering jadi sasaran amukan massa disaat demo.

Alhamdulillah, berkat pertolongan-Nya, kami dengan mobil plat merah milik rakyat tersebut, berhasil selamat dan menjauh dari kerumunan massa yang mulai memanas...

I am back!

Lima hari sejak terakhir tidak tidur sama sekali ngerjain tugas yang bikin mabok itu, aku isi benar-benar dengan manjain diri atau mencari jati diri, aku gak tau dua istilah itu ada hubungannya atau tidak. Yang jelas, dalam lima hari ini aku melakukan hal untuk kedua istilah tersebut.
Aku memanjakan diriku dengan tidur cukup tanpa begdang sampai pagi, dengan jalan-jalan ke toko buku hanya untuk membaca cerita di belakang cover novel yang sudah lama tak kulakukan, yah hanya membaca dan melihat novel-novel Indonesia baru (menurutku) karena aku emang sudah lama sekali tidak menengoknya.
Misalnya aku menemukan buku Toto Chan’s Children dan tergirang-girang saking seneng ada buku Toto Chan yang loain, dan ketika kukonfirmasi ke temenku, ternyata itu udah buku udah lama banget. Artinya, udah sangat jauh tertinggal diriku ini akan update novel-novel.
Aku menertaawakan diriku sendiri, sebegitu seriusnyakah aku sehingga aku terasing dari duniaku sendiri. Padahal dikatakan hasil dari keseriusanku itu biasa saja atau paling jeleklah untuk lingkungan seriusku itu. Ya, aku sadar, aku telah menjadi orang lain. Aku udah pindah dunia dan aku tidak menjadi yang terbaik di dunia baruku itu. Padahal aku tidak harus pindah dunia, aku masih bisa menjalani kedua dunia itu secara bersamaan, sebagaimana caraku dulu menjalani duni yang katanya serius dengan santai dan menjadi yang terbaik.
Ternyata aku gak bisa dipaksakan hidup di dunia serius ini dengan meninggalkan secara total duniaku. Aku ternyata sangat merindukan duniaku. Dan di hari terakhir ini-aku anggap hari terakhir untuk manjain diri dan mencari jati diri ini- aku menemukan kembali diriku ini. dan setelah memanjakan diri dengan menonton Kambing Jantan di You tube, aku sadar. Aku gak bisa menjadi orang lain. Aku akan kembali menjadi diriku sendiri, menulis apa aja di blog seperti yang biasa aku lakukan beberapa tahun lalu. Nulis apa aja tanpa khawatir ada yang akan membaca dari orang2 di sekitarku dan orang akan memmpunyai persepsi lain tentang aku. Aku akan menulsi sebebas-bebasnya, tanpa terbebani oleh siapa tau nanti orang2 di sekitarku emmbacanya.
Yah, aku akan kembali menjadi diriku sendiri. Dengan menulis apa aja di blog sebagai ajang curhat atau ngomel atau berbagi ilmu, aku dulu merasa ringan dan tenang, kenapa sekarang aku terbebani dengan status pekerjaanku dan status akademisku.
Dan satu lagi, dulu aku tidak pernah peduli dengan perlakuan buruk orang lain disekitarku terhadapku, aku cuek dan senyum saja dan everything is fine. Jadi, kenapa sekarang aku gampang sewot atau ngerasa dirugikan ketika ada yang tidak adil terhadapku. Forget it, and ask the God to finish it... smile..
I must be back! To enjoy everything in my life.
I am back!

Jika tiba waktunya nanti

Jiwa dan raga ini milikmu, Tuhan
Hanya kepada-Mu lah sepantasnya aku berserah. Hanya Engkau yang berhak menetukan kapan jiwa dan raga ini berpisah. Bukan dia, atau mereka yang merasa pantas mencabut nyawa seseorang.
Tuhan, jika sampai waktunya aku kembali kepada-Mu, aku mohon ampunilah segala dosaku, yang lalai terhadap-Mu dan juga terhadap apa yang menjadi kewajibanku terhadap manusia2 yang berada di sekelilingku. Aku mohon, berikan aku kesempatan untuk meminta maaf kepada orang-orang yang merasa pernah teraniaya olehku. Dan berikan aku kesempatan untuk memperbaiki sikapku terhadap-Mu.
Tuhan, aku tau aku tak pantas masuk ke surga-MU, tapi aku pun tak kuat untuk masuk ke neraka-Mu. Aku mohon kemurahana-MU, Tuhan... hapuskanlah aku dari segala dosa yang menjadi pengahalang aku dari surga-Mu.
Tuhan, belum banyak amal yang kuperbuat, belum kudidik dengan baik amanah-Mu, belum kuamalkan semua ilmuku. Tolong Tuhan, beri aku kesempatan untuk melakukannya dengan lebih baik.
Tuhan, jika tiba waktunya nanti, jangan sampai aku menyusahkan orang-orang di sekelilingku. cukup antara kita saja.
Tuhan, kembalikan aku dalam keadaan yang baik.
Amin....

Berhematlah dengan janji

"Janji adalah hutang".
Mungkin orang sudah banyak mendengar tentang hal itu. Tapi mengenai implementasi kalimat itu dalam kehidupan sehari-hari sepertinya masih menjadi hal yang berat bagi sebagian orang. Janji sangat mudah diucapkan dan dengan mudah pula diobral begitu saja. Padahal seandainya benar-benar diresapi. Ketika kita tidak menepati janji, maka kita akan mempunyai hutang yang tentunya harus dibayar. Karena Sang Maha Menepati janji sudah mengatakan bahwa hutang ini adalah urusan yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat, dan bahkan gara-gara hutang ini, seseorang bisa terhalangi untuk masuk surga.

Ketika berani berjanji, artinya kita sudah mempertaruhkan surga -harapan akhir semua manusia. Jika surga sebagai taruhannya, maka sesungguhnya janji itu merupakan sesuatu yang sangat teramat mahal.

Manusia memang masih sering memahami pepatah atau petunjuk hanya sebagai mantra, bukan memaknai dengan dalam dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal petunjuk diciptakan untuk membawa kita ke jalan yang benar. Sebagaimana Al-Quran diciptakan oleh-Nya agar kita bisa sampai ke Surga-Nya.

Alangkah bahagianya seandainya kita termasuk orang yang memahami petunjuk itu, yang juga memuat petunjuk tentang janji sebagai sebuah hutang, dan mengingatkan kita akan berartinya sebuah janji.

Karenanya, berhematlah dengan janji.

Allah memberikan rejeki tanpa kita harus menawar

Saya seorang yang tidak ahli dalam menawar. Baik ketika sedang belanja makanan, pakaian, menawar ongkos dan barang-barang lainnya. Entahlah, kemampuan saya dalam hal itu benar-benar minim. Selain itu, saya termasuk tidak tega ketika menawar kepada penjual yang kelihatannya lebih susah dari saya, dan saya termasuk gengsi untuk menawar lagi ketika tawaran pertama saya ditolak.

Padahal kadang saya merasa salut sama teman-teman saya yang dengan pandainya menawar. Ah, kadang saya malu, sudah setua ini kok masih belum pandai menawar ketika jual beli.
Kadang orang lain menganggap saya sok kebanyakan uang (padahal saya tidak punya uang banyak), karena saya membayar di harga yang menurut mereka masih bisa turun lagi.

Bukan karena saya kelebihan uang, tapi memang kadang saya kasihan dengan pedagang-pedagang kecil yang sering lewat di komplek saya, aki-aki penjual sayuran, aki-aki tukang bersihin rumput, tukang ayam keliling, tukang sol sepatu keliling, tukang penjahit keliling,
juga dengan pedagang dan penjual jasa di kampus, seperti tukang ojek, tukang buku bekas, tukang jambu di depan kampus, tukang donat keliling, anak kecil penjual cilok keliling, tukang jilbab di kampus, dan lainnya.

Begitu pula saya tidak tega menawar sayuran, tempe, cabe, ayam, ikan dan bahan makanan lainnya di pasar, padahal tetangga saya bilang, kalau ditawar pasti turun kok.
Pokoknya kemampuan saya di bidang itu sangat rendah.

Sampai suatu hari, ketika saya sedang mencari-cari rumah dijual di perumahan dekat kantor saya. Sepulang kuliah di sore hari, saya keliling komplek tersebut dengan menggunakan sepeda motor. Saya mengendarainya pelan sekali, sambil tengok kiri kanan untuk melihat barangkali ada tempelan kertas atau bentuk pengumuman lainnya yang menyebutkan bahwa rumah itu dijual.

Tibalah saya pada rumah yang berada di posisi pojok. Rumahnya masih terlihat bagus dan kokoh. hanya saja kelihatan sedikit berdebu kurang terawat. Di kaca rumah tersebut tertempel pengumuman bahwa rumah tersebut akan dijual, tercantum pula nomopr telepon yang bisa dihubungi.

Saya segera menyalinnya ke handphone saya, dan kemudian saya menelponnya. ternyata nomor yang tercantum di pengumuman tersebut adalah nomor handphone anak pemilik rumah, dan ketika saya menanyakan harganya, ia menganjurkan saya untuk menelpon ayahnya langsung.

Saya memutuskan untuk menelpon di rumah saja. setelah istirahat sebentar, saya langsung menelpon sang pemilik rumah. Karena tidak pandai berbasa basi, maka saya langsung mengutarakan maksud saya untuk menanyakan harga rumah yang akan dijual. Sang penjual menawarkan angka 105 juta untuk rumah seluas 86 m2 tersebut, padahal harga pasaran rumah di sekitar situ adalah 200-220 juta untuk tipe 36/72. Saya memberanikan diri menanyakan apakah harganya masih bisa kurang. sang pemilik menjawab bahwa masih bisa kurang kok, dan dia menawarkan saya untuk melihat rumah tersebut.

Pada hari yang dijanjikan, saya datang melihat-lihat kondisi rumah tersebut. Dan saya menyimpulkan bahwa rumah tersebut masih layak huni. Kemudian saya mencoba memberanikan diri menawar, dan pemilik menurunkan di harga 99 juta dengan biaya pajak dibebankan kepada saya. Dan pertemuan itu diakhiri dengan perkataan saya, akan mempertimbangkan tawaran pemilik rumah tersebut.

Setelah itu saya berusaha mencari uang sebanyak yang ditawarkan. tapi jumlahnya tidak mencapai angka tersebut. Selain itu, saya juga berkonsultasi dengan teman-teman kantor yanglebih senior, dan mereka berendapat bahwa rumah tersebut sudah sangat murah. karena tahun lalu pernah ada teman kantor yang menawar rumah tersebut di harga 100 juta tapi tidak disepakati oleh pemiliknya.

Seminggu kemudian, pemilik rumah menelpon saya menanyakan apakah saya jadi membeli rumahnya. Karena uang yang saya peroleh kurang dari 99 juta, maka saya menawarnya di angka yang saya sanggupi, yaitu 93 juta. dan ajaib, tanpa panjang lebar, pemilik tersebut menyetujuinya.

Saya kemudian mulai memperhitungkan anggaran untuk pajak jual beli (pajak penjual dan pajak pembeli), tunggakan PBB selama 7 tahun, dan balik nama yang harus saya tanggung. Saya memerkirakan bahwa saya akan habis minimal 10 juta untuk urusan tersebut.

Beberapa teman menyarankan cara kurang baik dengan cara membuat kwitansi fiktif, kwitansi yang diberitahukan kepada notaris adalah kwitansi palsu seharga di bawah 60 juta supaya tidak kena pajak. Tapi hati saya agak berat untuk menuruti saran mereka. saya hanya diam saja dan berkata, lihat saja nanti. karena saya takut rumah saya tidak berkah nantinya dan sesungguhnya saya sendiri bingung dari mana lagi mencari uang untuk urusan itu.

Ada sahabat di kampus yang baik hati, yang sangat mensupport saya untuk membeli rumah tersebut. Ia menawarkan pinjaman Logam Mulia-nya sebanyak 15 gram, dan saya boleh menggantinya kapan saja. Saya sempat menolaknya, karena takut tidak bisa membayarnya. Tapi sahabat saya mengatakan, tenang saja, pasti akan ada rejekinya kok. gak usah khawatir.

Dan betul sekali, beberapa hari kemudian saya mendapat tawaran untuk ikut penelitian World Bank dari dosen saya, yang insya Allah honornya melebihi jumlah hutang saya kepada sahabat saya yang meminjamkan 15 gr Logam Mulia-nya. pada minggu yang sama pula, saya mendapat tawaran untuk menjadi minutes taker pada sebuah workshop yang didanai pemerintah Jerman.

Ya Rabb... betapa Maha Pemurahnya Engkau.

Setiap setelah selesai urusan kuliah, saya menyempatkan diri untuk mencari notaris dan menanyakan biaya yang harus saya keluarkan untuk urusan tersebut. Notaris pertama mematok hampir 9 juta. kemudian saya mencari notaris lain untuk perbandingan. Sampai akhirnya saya menemukan kantor notaris yang ijin operasinya sudah lama sekali, sejak 2002. saya berkonsultasi di sana, dan dia tidak banyak mematok harga. dia lebih reasonable, harga-harga ditentukan nanti berdasarkan survei NJOP ke BPN.

Akhirnya saya memutuskan menggunakan jasa notaris kedua. setelah pihak notaris mengecek ke pihak terkait, ternyata saya tidak kena biaya pajak, hanya bayar tunggakan PBB saja sebanyak kurang dari 500 ribu, dan kena biaya balik nama sebesar 2 juta.
Tak hentinya saya bersyukur, karena saya hanya mengeluarkan 2 juta dari perhitungan saya yang minimal sebesar 10 juta.

Kemudian, setelah transaksi selesai, saya mulai sedikit memperbaiki bagian-bagian yang kena rayap di rumah tersebut, memplester bagian yang belum dipelster, dan mengecatnya. Selama pengerjaan perbaikan itulah, saya mulai kenal dengan tetangga baru. Mereka menanyakan, berapa harga rumah yang saya beli tersebut. Belum sempat saya jawab, mereka bercerita bahwa tetangga depan pernah menawar rumah tersebut dengan harga 130 juta setahun yang lalu, tapi pemiliknya bersikeras di harga 145 juta. Kemudian juga tetangga belakang pernah menawarnya di harga 110 juta, tapi lagi-lagi, sang pemilik tidak mau memberikannya di harga tersebut.

Lagi-lagi saya terharu. betapa baiknya Allah terhadap saya.

Hanya dalam hitungan minggu, Allah telah memperlihatkan kekuasaan dan kemurahan-Nya berturut-turut kepada saya.

Pertama,
rumah dengan pasaran 200-220 juta, bisa saya peroleh dari pemiliknya dengan harga 93 juta, tanpa saya harus bersitegang menawarnya. dan padahal masih ada penawar yang lebih tinggi sebelumnya, di angka 100, 110, dan 130 juta. padahal untuk menawar sayur atau pakaian pun saya tidak berani.
Sungguh Allah yang akan memberikan harga yang pantas tanpa kita menawarnya jika Dia menghendaki.

Kedua,
niat saya untuk tetap memakai cara jujur dalam mengurus pajak dan biaya lain yang dibebankan kepada saya, mendapat jawaban dari Allah. tanpa harus melakukan rekayasa, saya mendapatkan angka yang pantas di harga 2 juta, dari sebelumnya diperkirakan tidak kurang dari 10 juta, dan pernah dinyatakan 9 juta oleh notaris sebelumnya. Allah tidak pernah tidur, ia mendukung setiap jalan kebaikan dengan caranya.

Ketiga,
Disaat saya kebingungan dari mana saya bisa memperoleh uang untuk urusan rumah tersebut, Allah mengirimkan bantuan-Nya melalui sahabat saya di kampus, dan kemudian memberikan saya kesempatan menjemput rejeki melalui penelitian World Bank dan workshop Jerman yag ditawarkan oleh dosen saya.
Allah memberikan rejeki-Nya ketika kita mau berusaha.

Terimakasih banyak atas kemurahan-Mu ya Allah...

I love YOU so M U C H....

TUNG....

TUNGG......

Di kesunyian malam, bunyi dari laptopku mengagetkan aku yang sedang fokus membaca tulisan di layar monitor.
Ada dia menyapaku di sana.
Sudah lama sekali dia tidak membalas emailku, atau menyapaku melalui saluran komunikasi yang lain.
Aku bahkan sempat bertanya-tanya, ada salah apa denganku sehingga dia tidak lagi berinteraksi denganku.
Sampai-sampai, 10 jam yang lalu ketika aku sedang tidur siang.
Aku memimpikan dia menyapaku lagi lewat internet, hanya saja aku lupa, di mimpi itu dia memakai saluran yang mana.

dan 15 menit yang lalu,
dia benar-benar menyapaku melalui salah satu saluran yang biasa kami gunakan,
ternyata dia sedang sibuk di gedung kura-kura, dari pagi sampai pagi.
walau percakapan kami tidak lebih dari 5 menit.
Tapi beberapa menit tersebut telah mengembalikan kebahagiaanku.
Betapa bahagianya aku.

Terimakasih Tuhan,
untuk sekian kali,
mimpiku tentang kami,
selalu nyata...

I love YOU, GOD.